Lamaran Si Banci

Penat sekali rasanya hari ini dijejali teori-teori baru yang diberikan beberapa dosen hari ini. Tugas yang bertambah tak ku hiraukan. Ingin rasanya merilekskan badanku secepatnya. Otakku yang sudah mulai memanas yang entah memakai intel apa ini sepertinya harus segera kurefresh.
“Bruk” kuletakkan buku-buku setebal 3 cm itu keatas lemari buku setinggi 1,5 meter didepanku.Satu persatu buku kuletakkan pada tempat semula. Agak ringan rasanya. Setelah itu langsung ku beranjak kekamar mandi untuk mengambil air wudlu.
” Pyur, pyur, pyur,”kubasahi mukaku yang sangat kusut ini.
Tak lupa ku ambil sedikit facial wash pada telapak tanganku. Langsung ku usapkan pada seluruh permukaaan mukaku. Segar sekali rasanya.
Selesai wudlu, langsung ku kerjakan shalat dzuhur . Ada kenyamanan disana. Semua rasa penat karena kesibukan hari ini seakan hilang begitu saja. Hal sepele yang begitu berarti sekali bagiku. Dan entah misteri-misteri apa lagi yang terkandung dalam ibadah itu. Benar-benar tak ada yang menandingi karunia-Nya.
Kubuka mataku perlahan. Ku sipitkan mataku mencoba untuk melihat jam yang menggantung disudut kamar. Sudah pukul 14. 00 rupanya. Lama juga aku tidur. Badan sudah terasa lebih segar. Ringan sekali rasanya jika diajak untuk melakukan aktifitas selanjutnya.
“Zzzt,”HP ku bergetar. Sengaja tak ku beri nada dering. Terlalu mengganggu aktifitas.
Ku kumpulkan nyawaku untuk melihat layar HP yang masih anyar itu. BANCI. Itulah tulisan yang tertera pada HP Qwerty yang baru kakek hadiahkan padaku ketika menang pada olimpiade bahasa Inggris se-Jawa seminggu yang lalu. Ada perasaan senang, sedih, takut, heran, penasaran dan rasa-rasa lain yang tidak dapat aku ungkapkan satu-persatu. Ku buka SMS itu ragu.
“Mikum,” begitulah SMS pertama.
“Hffft,”ku hela nafas panjang sebelum membalas SMS yang tak penting itu.
Bingung…
Haruskah aku menjawab SMS dari laki-laki yang dulu sering membuatku uring-uringan itu atau tidak. Dan pertanyaan apa yang akan ia tanyakan padaku pada sesi ini? Akankah ia akan merayuku kembali untuk kembali kepangkuannya ataukah….
Segera ku tepis segala pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada ketika ia menghubungiku. Namun, kini aku teringat pada pesan ibu yang melarangku untuk berhubungan dengan laki-laki tengil yang tak tau malu itu. Bayangannya selau ada setiap aku berada dalam situasi yang rumit seperti ini. Di satu sisi aku merasakan kangen yang amat sangat, disisi yang lain aku merasa benci jika mengingat segala kesalahan yang telah ia perbuat. Pahit rasanya.
Ku kuasai emosiku yang mulai membuncah. Ku tekan dalam-dalam agar tidak terjadi ledakan amarah pada orang-orang disekelilingku. Dan…
“Zzzt, zzzt,zzzt, zzzt, zzzt,zzzt,” HP semakin lama bergetar menandakan ada seseorang menelponku.
Ku lirik HP yang ku letakkan tak jauh dari sisiku malas. Dan…
“BANCI memanggil,” itulah tulisan yang tertera pada layar berukuran 3x5cm itu.
Ku tekan tombol OK pada layar pads HP kesayanganku was-was.
“Assalamu’alaikum…” jawabku lirih.
“Wa’alaikumussalam…” jawab laki-laki diseberang sana mantap.
” Apa kabar Yen?” tanyanya membuka percakapan.
“Alhamdulillah, sehat, jawabku tak berminat untuk bertanya kembali.
” Lagi ngapain? ” tanyanya sangat basa-basi.
“Baru bangun tidur. Jadi harap maklum kalau aku jawab agak nglantur,” ucapku menjelaskan.
“Pantes…” ucapnya setengah-setengah.
” Yen, tadi mamanya anak-anak telpon,” lanjutnya.
“Lalu?” tanyaku pura-pura tak mengerti apa yang ia maksud.
“Dia bilang nanti ada yang melamarmu,” jawabnya enteng
“Siapa yang mau nglamar aku?” tanyaku berpura-pura bodoh.
“Katanya dia yang mau nglamar kamu buat aku. Kamu siap nggak?” jawabnya dengan gaya bicara sok serius.
“Hffft,” kembali kutarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan yang susahnya melebihi ujian perkuliahanku ini.
Rasa ragu dan takut kembali mengusik ketenangan hati. Pikiranu kembali lagi pada masa satu tahun silam. Masa lalu yang membuatku sempat merasakan depresi berat hingga membuat nilai-nilai ujianku hancur hingga dipertanyakan oleh seluruh dosen. Hingga aku merasakan kesedihan yang amat mendalam, sampai aku tak bisa mengendalikan diri untuk melakukan hal-hal gila yang tak pantas dilakukan oleh seorang juru dakwah sepertiku.Aku benar-benar kehilangan kendali saat itu. Dan kini ia datang kembali, seolah tak mempunyai salah sedikitpun terhadapku.
Beberapa detik aku terdiam.
“Maaf, aku menolak lamaranmu. Dalam kamusku yang melamar adalah yang akan menikahiku,” tegasku.
“Tut,” telpon dimatikan dari seberang sana.
Entahlah, apa yang ada didalam tempurung kepala pria kota itu. Kecewa, marah atau senangkah? Aku tak tau…

Leave a Reply

11 thoughts on “Lamaran Si Banci

  1. miftah

    Waduh ternyata dah ada yang nglamar ya mba Jangan lupa selalu pegang rumus 3b Bibit ,bebet dan bobot…selamat mencoba..

    Reply
  2. Bisnis Oriflame

    Kata bundaku ” Bunda sellau berdo’a semoga kalian, putri-putriku mendapatkan yang terbaik” jadi dia yang sudah menyakiti kita, meninggalkan kita bukanlah yang terbaik….

    ” Masih sakit hati ?” tersenyum dech….he he he he he

    Kisah ini nyata ya?

    😛

    Reply

Leave a Reply to luluhmm Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *